Jakarta, Mei 2025 – Fenomena baru tengah terjadi di sektor konstruksi milik negara. Beberapa emiten BUMN konstruksi seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) tercatat mulai aktif melakukan penjualan aset properti mereka. Langkah ini menjadi sorotan pelaku pasar dan analis karena dilakukan hampir bersamaan oleh beberapa perusahaan besar negara. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi?
Aset Properti Mulai Dilego
Penjualan aset properti oleh BUMN konstruksi bukan hanya terjadi sekali dua kali. Namun dalam beberapa bulan terakhir, intensitas dan nilainya meningkat secara signifikan. Misalnya, WIKA dilaporkan tengah menjajaki divestasi beberapa proyek properti dan kawasan hunian strategis. Sementara PTPP melepas kepemilikan saham di beberapa entitas anak yang bergerak di bidang pengembangan properti.
ADHI juga tak ketinggalan; mereka disebut-sebut akan melepas sebagian kepemilikan di proyek Transit Oriented Development (TOD) yang selama ini menjadi andalan pendapatan berkelanjutan non-konstruksi.
Tekanan Keuangan Jadi Alasan Utama
Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya restrukturisasi dan perbaikan arus kas. Emiten BUMN konstruksi mengalami tekanan keuangan akibat membengkaknya utang dan melambatnya pembayaran proyek-proyek pemerintah, terutama yang dikerjakan dengan skema turnkey project. Keterlambatan pembayaran membuat arus kas semakin ketat, sementara kewajiban jangka pendek terus menumpuk.
“Ini adalah strategi rasional untuk bertahan. Menjual aset yang tidak langsung terkait inti bisnis (non-core assets) menjadi opsi cepat untuk mengurangi tekanan keuangan,” ujar seorang analis pasar modal.
Fokus ke Proyek Strategis Nasional
Selain memperbaiki likuiditas, aksi penjualan aset ini juga mencerminkan pergeseran fokus. Pemerintah saat ini mendorong BUMN konstruksi untuk lebih selektif dalam mengambil proyek. Proyek-proyek yang tidak strategis atau tidak memberikan nilai tambah jangka panjang disarankan untuk dikurangi, bahkan dijual.
Hal ini sejalan dengan arahan Kementerian BUMN yang tengah menata ulang portofolio perusahaan pelat merah, termasuk mendorong efisiensi dan fokus pada core business. Proyek-proyek properti yang memerlukan investasi besar dan berisiko tinggi menjadi beban tersendiri di tengah kondisi pasar properti yang masih belum pulih sepenuhnya pascapandemi.
Investor Perlu Waspada
Bagi investor, langkah ini bisa dibaca dari dua sisi. Di satu sisi, penjualan aset dapat memperbaiki fundamental perusahaan, khususnya dari sisi arus kas dan leverage. Namun di sisi lain, ini juga mencerminkan kondisi yang tidak sepenuhnya sehat dari sisi operasional dan strategi jangka panjang.
Realisasi penjualan pun tak selalu mulus. Aset properti tidak selalu likuid, terutama jika lokasinya kurang strategis atau pasar sedang lesu. Hal ini bisa menekan valuasi dan membuat target divestasi tidak tercapai sesuai harapan.
Kesimpulan
Gelombang penjualan aset properti oleh emiten BUMN konstruksi merupakan sinyal bahwa sektor ini sedang menghadapi tantangan berat. Langkah ini merupakan bagian dari strategi bertahan sekaligus adaptasi terhadap kebijakan baru pemerintah yang menekankan efisiensi dan fokus pada proyek strategis nasional. Meski terkesan darurat, keputusan ini bisa menjadi batu loncatan untuk membentuk BUMN konstruksi yang lebih ramping dan berdaya saing di masa depan.