Jakarta, 23 Mei 2025 — Melemahnya sektor konstruksi dan properti dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong para pelaku industri baja di Indonesia untuk mencari peluang baru. Turunnya permintaan dari proyek-proyek infrastruktur dan perumahan memaksa para pengusaha baja memutar otak agar bisnis tetap bertahan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan sektor konstruksi hanya mencapai 1,8% pada kuartal pertama 2025, jauh di bawah rata-rata lima tahun terakhir yang berada di atas 5%. Sementara itu, sektor properti masih tertahan oleh oversupply dan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.

Diversifikasi ke Sektor Energi dan Manufaktur

Menanggapi kondisi ini, banyak pengusaha baja mulai melirik sektor lain yang masih menunjukkan pertumbuhan stabil—terutama sektor energi terbarukan dan manufaktur. Pembangunan fasilitas energi seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan tenaga angin, yang membutuhkan struktur logam dalam jumlah besar, menjadi ceruk pasar baru yang menjanjikan.

“Saat ini kami mulai memasok baja untuk rangka PLTS dan komponen turbin angin. Pasarnya memang belum sebesar konstruksi, tapi pertumbuhannya cepat dan potensinya jangka panjang,” ujar Hendra Wijaya, Direktur Utama PT Baja Nusantara Prima, dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Selain energi, sektor manufaktur seperti otomotif dan peralatan rumah tangga juga menjadi target baru. Permintaan terhadap baja lembaran dan baja ringan untuk produksi barang konsumsi terus meningkat, seiring dengan pulihnya daya beli masyarakat kelas menengah.

Optimalisasi Ekspor dan Hilirisasi

Langkah strategis lain yang ditempuh adalah peningkatan ekspor dan hilirisasi produk baja. Sejumlah perusahaan baja nasional mulai memperluas pasar ke Asia Tenggara dan Timur Tengah, memanfaatkan kesepakatan perdagangan bebas serta kebutuhan negara-negara tersebut akan bahan bangunan dan infrastruktur.

“Ekspor menjadi penopang penting saat pasar domestik lesu. Kami juga mulai memproduksi produk turunan baja seperti pipa, kawat, dan bahan baku otomotif agar margin lebih tinggi,” kata Irwan Santoso, Ketua Asosiasi Industri Baja Ringan Indonesia.

Tantangan dan Harapan

Meski banyak peluang baru, para pengusaha baja tetap menghadapi tantangan seperti fluktuasi harga bahan baku, biaya logistik yang tinggi, serta persaingan dari produk impor murah. Untuk itu, mereka berharap adanya dukungan pemerintah dalam bentuk insentif fiskal, proteksi terhadap produk dalam negeri, dan percepatan proyek-proyek hijau.

“Industri baja adalah fondasi pembangunan. Kalau pasar lama lesu, pemerintah harus bantu percepat pembukaan pasar baru,” tegas Irwan.

Seiring dengan upaya diversifikasi ini, para pelaku industri baja berharap bisa terus bertahan, bahkan tumbuh, di tengah perlambatan sektor konstruksi dan properti yang belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan signifikan.

By zadmin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *